MANAKIB RADEN FATTAH BERISI SEPUTAR BIOGRAFI, KEBAIKAN,  AKHLAK TERPUJI, KAROMAH, PESAN HINGGA CERITA RIWAYAT HIDUP RADEN FATTAH. 

ISI MANAKIB RADEN FATTAH :

MANAQIB (SEJARAH) 

KANJENG  SULTAN RADEN ABDUL FATTAH AL AKBAR SAYYIDIN PANOTOGOMO

Raden Abdul Fattah lahir pada tahun 1448M/ 1570 Saka. Raden Abdul Fattah adalah seorang trah bangsawan dari Raja Majapahit putra ke 11 Raden Kertabumi (prabu Brawijaya V). Nama Ibunya Putri Campa (Putri Liang). Nama kecil Raden Fattah adalah Pangeran jimbun dan oleh Adipati Arya Damar / Sapu Talang, di Palembang diberi nama baru Raden Hasan.

Pada usia 14 tahun dia berkelana merantau ke pulau jawa dan bertemu serta berguru dengan para wali khusunya Kanjeng Sunan Ampel di Surabaya hingga diberi nama Raden Fattah. Atas petunjuk dan bimbingan para wali, Raden Fattah mendirikan pesantren di wilayah Glagah Wangi Bintoro.

Kemudian bersama santri pilihannya serta masyarakat membangun masjid di lingkungan pesantren tersebut yang menjadi cikal bakal berdirinya Masjid Agung Demak ditandai ‘Candra Sengkala Nogo Mulat Saliro Wani’ atau prasasti yang bermakna tahun 1388 saka atau 1466M. Pada saat itu pula Raden Fatah ditunjuk sebagai Mubaligh menggantikan Syaikh Maulana Jumadil Kubra yang wafat dan dimakamkan di Trowulan Mojokerto Jawa Timur.

Prabu Brawijaya ke V dari kerajaan Majapahit yang berkuasa pada saat itu memberi anugrah jabatan kepada Raden Fatah sebagai Adipati dengan gelar Adipati Notoprojo yang berkedudukan di Glagah Wangi Bintoro tahun 1475 M. Pada tahun 1477M dengan ditandai prasasti atau Candra Sengkala `Koritrus Gunaning Jatmi` Raden Fattah sebagai Adipati Notoprojo menyempurnakan Masjid Glagah Wangi menjadi Masjid Kadipaten Glagah Wangi. Raden Fattah selaku Adipati Notoprojo di Glagah wangi di Bintoro, oleh para Wali dinilai sangat berhasil membangun pemerintahan dan menjadi panutan, karena beliau seorang satria yang tampan, cerdas, santun serta bersahaja, dan halus budi pekertinya disamping dengan cepat dapat menguasai berbagai disiplin ilmu yang diajarkan para Wali. Oleh karena itu Majelis Wali Sembilan secara bulat mengambil fatwa dan memutuskan untuk mengangkat Raden Fattah serta mengijinkan menduduki ‘tahta Kerajaan Islam di Pulau Jawa’ yang berkedudukan di Bintoro Demak pada tahun 1478 M dengan gelar atau sebutan “Sultan Raden Abdul Fattah Al-Akbar Sayyidin Panotogomo”. 

Tahta kerajaan Islam ini berjalan  dengan  lancar dan tidak menimbulkan reaksi dari Kerajaan Majapahit.

Pada tahun 1479 M setelah setahun menduduki kerajaan Islam di Pulau Jawa, beliau meresmikan purna pugar Masjid Kasultanan Bintoro yang sekarang disebut Masjid Agung Demak dengan ditandai prasasti bergambar ‘ Bulus ‘ ini merupakan Candra Sengkala Memet ‘ Saliro Sunyi Kiblating Gustri ‘ yang bermakna tahun 1401 Saka.

Sultan Raden Abdul Fattah Al-Akbar Sayyidin Panotogomo adalah seorang amirul mukminin yang alim, adil serta bijaksana, Beliau memegang tampuk pemerintahan selama 40 tahun (1478-1518 M). Setelah wafat dilanjutkan oleh oleh Raden Pati Unus putra Pertama  Raden Fattah selama 3  tahun ( 1518 – 1521 M ). Selanjutnya dilanjutkan oleh adiknya Raden Trenggono yang memimpin kerajaan selama 25 tahun ( 1512-1546 M ).

Kemudian selama 14 tahun Kasultanan Demak Bintoro mengalami kekosongan kepemimpinan karena terjadi  perselisihan keluarga, dan atas dasar nasehat para wali sembilan, guna mengahiri konflik keluarga disarankan agar pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang, dibawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya, menantu Sultan Trenggono. Beliau memerintah di Pajang tahun 1560 M s/d 1582 M.

Adapun keturunan Raden Abdul Fatah, adalah :

1.    Ratu Mas Panembahan Banten [istri Syarif Hidayatullah]

2.    Raden Pati Unus [Sultan Demak ke II]

3.    Raden Surowiyoto [Pangeran Sedolepen]

4.    Raden Trenggono [Sultan Demak ke III]

5.    Raden Kanduhuruan / Kanduruhan [Adipati Sumenep, Madura]

6.    Raden Pamekas. [Adipati Madiun]. 

Diantara nilai filosofi sistem pemerintahan beliau bersumber dari simbol kerajaan Majapahit yang bernama Surya Majapahit (Delapan prinsip kepemimpinan Raden Fattah) yaitu:

1.    Prinsip dasar menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.

2.    Prinsip dasar menghargai sesama.

3.    Prinsip dasar menghargai hak orang lain / tidak mendholimi.

4.    Prinsip dasar musyawarah dalam semua urusan masyarakat.

5.    Prinsip dasar peduli umat dan segala kebutuhannya.

6.    Prinsip dasar memperhatikan ibadah umat.

7.    Prinsip dasar mengangkat harkat dan martabat umat.

8.   Prinsip dasar amar ma’ruf nahi munkar.

Demikian manaqib atau sejarah singkat kanjeng Sultan Raden Abdul Fattah Al Akbar Sayyidin Panotogomo beserta keluarganya. 

Semoga Allah SWT memberikan rahmat, taufik serta hidayah Nya kepada beliau, dan kita sebagai generasi penerus dapat melanjutkan dan mempertahankan nilai sejarah yang beliau tinggalkan / wariskan, di Demak sebagai kota Wali menjadi pusat keemasan peradaban dan syiar Islam Nusantara.

Keterangan:

– Hasil Seminar tanggal 29 Mei 2004, di Serambi Masjid Agung Demak memutuskan Haul Kanjeng Sultan Raden Abdul Fattah AL Akbar Sayyidin Panotogomo diselenggarakan setiap tanggal 13 Jumadil Akhir.